Minggu, 19 April 2015

Ciri-ciri Berpikir Ilmiah, Bentuk dan Susunan Pancasila, dan Refleksi terhadap Kajian Ilmiah tentang Pancasila di Era Global

PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada Era Globalisasi seperti saat ini, kita  mengetahui dalam kehidupan sehari-sehari telah dimudahkan dengan adanya teknologi dan berbagai kemudahan lainnya. Tanpa disadari, hal ini mengakibatkan lunturnya nilai-nilai Pancasila sebagai jati diri bangsa Indonesia. Perlahan-lahan hal ini dapat melunturkan kemudian menghilangkan Pancasila dari dalam hati masyarakat Indonesia, terutama bagi para generasi muda.

Lunturnya Pancasila dari jiwa para generasi muda juga sangat berdampak kepada perilaku/gaya hidup sehari-hari mereka. Sejalan dengan hal itu, makalah ini disusun agar dapat memberikan referensi bagi para generasi muda agar mampu mengetahui bagaimana ciri-ciri berpikir ilmiah-filsafati dalam pembahasan Pancasila. Selain itu membantu untuk mengetahui bentuk dan susunan Pancasila. Kemudian memberikan pemaparan pula mengenai refleksi terhadap kajian ilmiah tentang Pancasila di Era Global.  

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.       Bagaimanakah ciri-ciri berpikir ilmiah-filsafati dalam pembahasan Pancasila?
2.      Bagaimanakah bentuk dan susunan Pancasila?
3.      Bagaimanakah refleksi terhadap kajian ilmiah tentang Pancasila di Era Global?
C.    Tujuan:
Makalah ini disusun dengan tujuan sebagai berikut:
1.      Mendeskripsikan ciri-ciri berpikir ilmiah-filsafati dalam pembahasan Pancasila.
2.      Mengetahui bentuk dan susunan Pancasila.
3.      Memaparkan refleksi terhadap kajian ilmiah tentang Pancasila di Era Global.

D.    Manfaat

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teroritis maupun praktis. Bagi penyusun khususnya dan bagi pembaca umumnya. Secara teoritis makalah ini diharapkan mampu memabantu dalam memberikan referensi mengenai ciri-ciri berpikir ilmiah-filsafati dalam pembahasan Pancasila, bentuk dan susunan Pancasila, dan refleksi terhadap kajian ilmiah tentang Pancasila di Era Global. Secara praktis, semoga makalah ini dapat membantu pembaca dalam bersikap/berperilaku sesuai dengan Pancasila.

 BAB II
1. Ciri-ciri Berpikir Ilmiah-Filsafati terhadap Pancasila
Ilmu pengetahuan adalah kumpulan dari usaha manusia untuk memahami kenyataan sejauh dapat dijangkau oleh daya pemikiran manusia berdasarkan pengalaman secara empirik dan reflektif. Ada pula syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi sehingga pengetahuan tersebut dapat dikatakan sebagai ilmu. Poedjawijatna menyebutnya sebagai syarat ilmiah (Kaelan, 1998), yaitu:
1.      Berobjek
2.      Bermetode
3.      Bersistem
4.      Bersifat umum/universal
1)      Berobjek
Syarat pertama bagi suatu kajian ilmiah ialah berobjek. Objek tersebut dapat dibedakan menjadi 2 macam, yaitu objek formal dan objek material. Objek formal Pancasila ialah suatu sudut pandang tertentu dalam pembahasan Pancasila, atau dari sudut pandang apakah Pancasila tersebut dibahas. Pada hakikatnya Pancasila dapat dibahas dari berbagai sudut pandang, yaitu dari sudut pandang ‘moral’ maka terdapat bidang pembahasan ‘moral Pancasila’ dari sudut pandang ‘ekonomi’ maka terdapat bidang pembahasan ‘ekonomi Pancasila’dan lain sebagainya. Sedangkan Objek material Pancasila ialah suatu objek yang merupakan sasaran pembahasan Pancasila baik bersifat empiris maupun nonempiris. Objek tersebut ialah pernyataan-pernyataan, ide, kenyataan sosio-kultural yang terwujud dalam hukum, teks sejarah, adat-istiadat, sistem nilai, karakter, kepribadian manusia/masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Oleh karena itu objek material pembahasan Pancasila adalah bangsa Indonesia dengan segala aspek budayanya, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Objek material empiris dari pembahasan Pancasila adalah dapat berupa hasil budaya bangsa Indonesia yang berupa, lembaran sejarah, bukti-bukti sejarah, benda-benda sejarah, maupun adat-istiadat bangsa Indonesia sendiri. Ada pula objek-objek yang bersifat non empiris antara lain meliputi nilai-nilai budaya, nilai moral, serta nilai-nilai religius yang tercermin dalam kepribadian sifat, karakter dan pola-pola budaya dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2)      Bermetode
Setiap ilmu harus memiliki metode, yaitu seperangkat cara atau sistem pendekatan untuk membahas objek material agar mendapatkan kebenaran yang objektif. Demikian pula halnya dengan Pancasila. Jika Pancasila dibahas dari segi sejarah, maka metode yang dipakai adalah metode ilmu sejarah. Selain itu bisa juga secara filosofis dengan metode analisis-sintesis. Metode analisis-sintesis adalah menguraikan dan memerinci pernyataan-pernyataan yang kemudian disimpulkan menjadi suatu pengetahuan baru. Ada pula metode induksi dan deduksi, yang merupakan metode berpikir untuk mengkaji Pancasila. Metode induksi ialah metode berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus dan kejadian berulang-ulang untuk kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat umum. Sedangkan metode deduksi adalah metode berpikir yang bertitik tolak dari pernyataan umum untuk ditarik kesimpulan secara khusus. Ada pula metode hermeneutika merupakan metode menafsirkan. Objek materialnya adalah pernyataan-pernyataan teks dan simbol. Tujuannya untuk memperoleh makna atau hakikat dari hal yang ditafsirkan.
3)      Bersistem
Pemahaman Pancasila secara ilmiah merupakan satu kesatuan dan keutuhan, bahkan Pancasila itu sendiri pada dasarnya merupakan kebulatan yang sistimatis, logis, dan tidak bertentangan di dalam sila-silanya (Kaelan, 1998).
Notonagoro mengatakan bahwa sila-sila Pancasila tersusun secara hierarkis, piramidal, dan bersifat majemuk-tunggal.
Hierarkis Piramidal ialah sila-sila Pancasila ditempatkan sesuai luas cakupan dan keberlakuan pengertian yang terkandung di dalamnya. Sila Ketuhanan diletakkan pada

urutan pertama, karena menunjuk pada eksistensi Tuhan sebagai sang Pencipta. Sila Kemanusiaan diletakkan pada urutan kedua, karena manusia hanyalah sebagian dari ciptaan Tuhan di samping makhluk lain yang ada di alam semesta. Inti dari sila ketiga adalah Persatuan, yang menunjuk adanya kelompok-kelompok manusia sebagai makhluk sosial. Sila keempat berintikan Kerakyatan, artinya dalam kelompok manusia yang berbangsa dan bernegara memerlukan sistem pengelolaan hidup bersama atas dasar kedaulatan. Sila kelima berintikan Keadilan, hal ini dapat dijelaskan bahwa manusia sebagai ciptaan Tuhan bersatu membentuk bangsa dan negara mempunyai tujuan

bersama yaitu untuk mencapai keadilan. Dengan demikian sila kelima ini merupakan realisasi dari eksistensi manusia yang hidup berkelompok di sebuah negara.
4)      Universal
Kebenaran pengetahuan ilmiah relatif berlaku secara universal. Artinya kebenaran tidak terbatas oleh ruang, waktu, keadaan, situasi, kondisi, maupun jumlah tertentu. Demikian juga dengan kajian terhadap Pancasila. Masing-masing sila Pancasila bersifat universal, yaitu: Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Kata Ketuhanan memiliki makna yang hampir sama dengan religiusitas. Kemanusiaan analog dengan kata humanisme. Persatuan analog dengan kata nasionalisme. Kerakyatan analog dengan demokrasi. Sedangkan Keadilan analog dengan kesejahteraan. Arti universal tidak sama dengan absolut, karena pengetahuan manusia tidak akan pernah mencapai kebenaran yang mutlak.
Di samping Pancasila memiliki nilai-nilai dasar yang universal, Pancasila juga memiliki nilai-nilai yang berlaku hanya untuk rakyat Indonesia dalam bentuk UUD 1945.
2. Bentuk dan Susunan Pancasila
1.      Bentuk Pancasila
a.       Merupakan kesatuan yang utuh
Masing-masing sila dalam Pancasila membentuk pengertian yang baru. Kelima sila tidak dapat dilepas satu dengan lainnya. Walaupun masing-masing sila berdiri sendiri tetapi hubungan antar sila merupakan hubungan yang organis.
b.      Setiap unsur pembentuk Pancasila merupakan unsur mutlak yang membentuk kesatuan, bukan unsur yang komplementer. Artinya, salah satu unsur (sila)

kedudukannya tidak lebih rendah dari yang lain. Walaupun sila Ketuhanan merupakan sila yang berkaitan dengan Tuhan sebagai causa prima, tetapi tidak berarti sila lain hanya sebagai pelengkap.
c.       Sebagai satu kesatuan yang mutlak, tidak dapat ditambah atau dikurangi. Oleh karena itu Pancasila tidak dapat diperas menjadi trisila yang meliputi sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, ketuhanan, atau eka sila yaitu gotong royong sebagaimana dikemukakan oleh Ir.Soekarno.
2.      Susunan Pancasila
Pancasila disusun berdasarkan urutan logis. Oleh sebab itu, sila pertama“Ketuhanan Yang Maha Esa” diletakkan pada urutan teratas, karena bangsa Indonesia meyakini bahwa segala sesuatu datangnya dari Tuhan dan akan kembali pula kepada-Nya. Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” diletakkan setelah Ketuhanan. Sebab, yang akan mencapai tujuan (nilai)  yang diinginkan adalah manusia sebagai pendukung serta pengemban dari nilai-nilai tersebut.
 Hal selanjutnya yang perlu dibentuk adalah adanya persatuan “Persatuan Indonesia” atau nasionalisme yang terbentuk bukan atas dasar persmaan suku bangsa, agama, bahasa. Akan tetapi, dilatarbelakangi  oleh historis dan etis. Historis adalah adanya persamaan sejarah/masa lalu, senasib sepenanggungan akibat penjajahan. Etis artinya berdasarkan kehendak sang luhur untuk mencapai cita-cita moral sebagai bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Persatuan Indonesia adalah sesuatu yang harus diwujudkan, diperjuangkan, dipertahankan, dan diupayakan secara terus-menerus. Sila keempat berbunyi “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”, ialah cara yang harus ditempuh ketika suatu negara ingin mengambil kebijakan. Kekuasaan negara diperoleh langsung dari rakyat, sehingga rakyatlah yang berdaulat. Sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” diletakkan pada urutan terbawah. Sebab pada sila ini terdapat tujuan dari negara Indonesia yang merdeka.
Oleh karena itu masing-masing sila mempunyai makna dan peran sendiri-sendiri. Semua sila berada dalam keseimbangan dan memiliki peran dengan bobot yang sama. Akan tetapi, masing-masing unsur memiliki hubungan yang organis,maka sila yang  berada di atas menjiwai sila yang berada di bawahnya.

Notonagoro berpendapat bahwa susunan sila-sila Pancasila merupakan satuan yang organis, yang disebut dengan istilah majemuk tunggal. Majemuk tunggal artinya Pancasila terdiri dari 5 sila yang merupakan kesatuan yang berdiri sendiri secara utuh. Kemudian, Notonagoro berpendapat pula bahwa bentuk dan susunan Pancasila adalah hierarkhis-piramidal. Hierarkhis berarti tingkat, sedangkan Piramidal menggambarkan hubungan bertingkat dari sila-sila Pancasila.
Pancasila sebagai satu kesatuan sistem nilai, juga membawa implikasi bahwa antara sila yang satu dengan sila yang lain saling mengkualifikasi. Hal ini menunjukkan bahwa di antara sila yang satu dengan yang lain saling memberi kualitas atau bobot isi. Sebagai contoh Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari sial kemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Begitu pula untuk sila-sila yang lainnya pasti akan menunjukkan adanya keterkaitan.
3. Refleksi terhadap Kajian Ilmiah tentang Pancasila di Era Global
Kajian ilmiah mengenai Pancaila sejak disyahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sampai saat ini mengalami pasang surut. Tokoh yang mengawali pengkajian tentang Pancasila secara ilmiah populer dan filosofis ialah Notonagoro dan Driyarkara. Pemikiran dari Notonagoro tentang Pancasila menghasilkan suatu telaah yang bermakna bagi Perkembangan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Meskipun demikian, masih terbuka bahan dialog serta kajian kritis terhadap Pancasila. Artinya Pancasila sebagai dasar falsafah negara tidak boleh menjadi ideologi yang beku sehingga seluruh komponen bangsa, terutama mahasiswa sebagai calon pemimpin bangsa dan intelektual muda dapat memberikan ide-ide baru dan kreatif.
Di era global seperti yang sedang terjadi saat ini, dunia datar (dunia maya) secara langsung atau pun tidak langsung banyak menghadirkan ideologi asing yang gencar menerpa masyarakat Indonesia. Banyak masyarakat yang tidak menyadari akan hal ini, justru kebanyakan menganggap bahwa nilai-nilai dan ideologi asing justru menjadi pandangan hidupnya seperti materialisme, hedonisme, konsumerisme.

Materialisme ialah sikap hidup yang mengagungkan materi atau benda-benda. Ukuran kesuksesan sesorang dipandang dari segi materi yang dimiliki, sehingga sering mengabaikan etos kerja serta nilai-nilai kemanusiaan. Seseorang akan menjadi kurang menghargai orang lain dari sisi spiritualisnya. Hedonisme merupakan suatu paham serta sikap hidup yang mengutamakan kenikmatan dan kesenangan duniawi. Hidupnya berorientasi pada pemuasan kebutuhan hidup secara fisik, seperti senang menikmati makanan mahal, barang yang bermerk/berkelas, gaya hidup metropolit dan kebarat-baratan, seperti senang dengan kehidupan dunia gemerlap di mana seks bebas, rokok, narkoba menjadi bagian hidup yang tidak terpisahkan. Pengaruh ideologi asing yang selanjutnya adalah Konsumerisme, yaitu sikap serta gaya hidup yang lebih senang berada di posisi sebagai pengguna (konsumen) daripada menjadi pembuat/penghasil (produsen). Kecenderungan konsumtif yang berlebihan ditandai dengan membeli atau memiliki barang-barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, melainkan sekadar ingin dimilikinya.
Dengan adanya berbagai gejala seperti di atas, maka semakin diperlukan pula sebuah kajian kritis terhadap Pancasila sebagai sumber nilai bagi kehidupan masyarakat Indonesia. Sehingga diharapkan masyarakat dapat semakin kritis di dalam menentukan pilihan-pilihan pandangan hidup, sikap serta gaya hidupnya yang selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, masyarakat Indonesia memiliki prinsip-prinsip hidup yang kokoh, orientasi hidup yang jelas dalam bersikap dan berperilaku sehingga tidak terombang-ambing mengikuti arus global.









DAFTAR PUSTAKA
Kaelan.2010.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma
Rukiyati, dkk.2013.Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit UNY Press


1 komentar:

MinVKook_World mengatakan...

Contoh untuk kehidupan di kampus gimana ya

Posting Komentar